UPAYA PENCAPAIAN KEMAJUAN PEMBANGUNAN OLEH NEGARA-NEGARA BERKEMBANG DALAM SEGALA ASPEK


UPAYA PENCAPAIAN KEMAJUAN PEMBANGUNAN OLEH NEGARA NEGARA BERKEMBANG DALAM SEGALA ASPEK

Pembangunan secara luas diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Rasanya sudah terlalu basi untuk membandingkan taraf kehidupan penduduk negara-negara berkembang dengan negara-negara maju. Pada kenyataannya, kesenjangan antara keduanya adalah semua kenyataan yang tidak dapat kita semua pungkiri lagi.

Hambatan Pembangunan Negara berkembang
Hambatan yang dialami Negara berkembang selama ini dalam memajukan pembangunannya, antara lain:

1. Kolonialisasi Negara maju
Penjajahan tidak lagi dalam bentuk fisik, namun pemaksaan yang mengharuskan adanya pasar bebas, demokrasi dan hak asasi manusia di setiap Negara, sementara kesenjangan antara negara dunia ketiga dan negara maju masih amat jauh. Ternyata penjajahan dalam bentuk baru inilah yang sekarang baru dialami Negara-negara dunia ke tiga yang kebetulan Negara dunia ke tiga banyak terdapat di semenanjung Asia dan Afrika.

Pada bidang historis, Hampir semua negara di Asia dan Afrika pernah dijajah oleh kekuatan kolonial Eropa Barat, bukan hanya Inggris dan Perancis, tetapi juga Belgia, Belanda, Jerman, Portugal dan Spanyol. Selanjutnya, struktur perekonomian, pendidikan dan lembaga-lembaga soaial yang ada di negara-negara jajahan tersebut biasanya dibentuk oleh bekas negara penjajahnya. Tentu saja pertimbangan utamanya adalah kepentingan si penjajah sendiri bukannya negara berkembang yang terjajah.

Sebagai akibatnya, struktur warisan kolonial biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan khas dari negara berkembang itu sendiri. Banyak contoh kasus yang menunjukkan jika penjajahan yang dilakukan sekian puluh yang lalu oleh negara-negara barat masih saja meninggalkan bekas-bekas yang menyulitkan banyak negara berkembang dalam upaya mereka untuk memusatkan perhatian pada pembangunan.

Tampaknya, sejak awal Barat sengaja memberikan kemerdekaan semu kepada negara-negara jajahannya. Barat sudah mempersiapkan cara yang lebih cerdik dan pelik untuk menjarah kekayaan alam negara-negara dunia ketiga. Strategi ini lebih di kenal dengan istilah neokolonialisme. Kian bertambahnya jumlah negara-negara yang mandiri dan terjalinnya hubungan politik dan ekonomi yang makin dekat di antara mereka merupakan ancaman berbahaya bagi AS. Di lain pihak, Barat juga semakin khawatir dengan kemajuan ekonomi yang dicapai oleh negara-negara dunia ketiga. karena setiap kemajuan ekonomi dan politik yang diraih negara-negara ini, merupakan gerakan yang bisa mengikis kekuatan ekonomi neokolonialisme Barat. Bahkan, belakangan ini, AS telah berani secara terbuka menentang kemajuan iptek dan ekonomi Iran dan sejumlah negara berkembang lainnya.

Kemerdekaan yang paling membahayakan bagi para penjajah adalah kemerdekaan berpikir dan budaya negara-negara dunia ketiga. Adanya pencegahan kemandirian dan kemajuan sejati bangsa-bangsa dunia ketiga. Kesadaran dan kedewasaan kultural bangsa-bangsa lain, merupakan halangan terbesar bagi proyek eksploitasi Barat. Negara-negara maju berusaha melalaikan rakyat negara-negara lain dari hiruk-pikuk realita penjajahan dan proyek eksploitasi kekayaan alam dunia ketiga dengan persoalan fiksi. Salah satu tugas utama media masa Barat adalah memadamkan semangat perjuangan melawan ketidakadilan dan imperialisme di negara-negara berkembang. Karena itu, media-media Barat gencar menampilkan Islam secara negatif dan miring, lantaran Islam adalah agama penyeru keadilan dan anti kezaliman. Mereka berusaha keras menampilkan ideologi dan kultur Barat sebagai alternatif tunggal.

2. Kurang optimalnya kapabilitas politik negara berkembang
Pembangunan sebagai proses sistematis tidak dapat dilepaskan dari kebijakan-kebijakan pemerintah negara dunia ketiga. Politik diartikan secara luas sebagai manifestasi-manifestasi keinginan masyarakat negara dunia ketiga yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk struktural beserta perangkat perilakunya guna mencapai pembangunan yang diharapkan. Sekarang hal yang paling mempengaruhi dalam konteks pembangunan adalah masalah seberapa kuat keinginan negara dunia ketiga untuk maju dan berkembang. Tanpa mengesampingkan faktor luar yang dapat mempengaruhi perkembangan negara dunia ketiga, mereka harus menyadari bagaimana dunia ini bekerja dan mengoptimalkan kapabilitasnya dalam mengambil kesempatan untuk maju dan berkembang. Sehingga masyarakat dunia ketiga tidak larut dalam kondisi menyalahkan histori ataupun negara-negara maju.

3. Bantuan dari Negara maju yang merugikan Negara berkembang
Bagi bangsa Barat, bantuan dana biasanya diberikan sebagai alat meraih dukungan dari sekutu politik internasional dan diberikan dengan niat mempengaruhi proses politik dalam negeri di negara penerimanya. Sepanjang masa konflik di antara Kapitalisme dan Komunisme pada abad keduapuluh, pemmpin dari masing-masing ideologi itu, Uni Soviet dan Amerika Serikat, masing-masing menggunakan bantuan dana untuk mempengaruhi politik internal negara-negara lain, dan mendukung sekutu mereka yang lebih lemah. Dana yang dialirkan ke negara-negara miskin selalu mengandung muatan kepentingan negara pendonor bukan negara penerima. Alasan spesifik telah mencakup dukungan sektor pertahanan, perluasan pasar, investasi asing, jaringan misionaris dan ekspansi budaya. Di dalam beberapa dekade terakhir, pendanaan melalui berbagai organisasi semacam Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia telah diarahkan sebagai alat utama dalam membuka area baru bagi kapitalis global, dan hanya sedikit, atau sama sekali tidak, yang terkait dengan kesejahteraan rakyat di negara-negara penerima dana.

Bantuan asing umumnya dipandang sebagai keuntungan dalam pembangunan ekonomi sebuah negara. Sejak berakhirnya Perang Dunia Ke-2, negara-negara barat telah menggelontorkan lebih dari $ 2,3 trilyun untuk berbagai proyek pendanaan negara Dunia Ketiga. Disebut-sebut bahwa ini merupakan upaya Barat dalam membantu negara Dunia Ketiga agar keluar dari kemiskinan. Semua dugaan itu adalah salah dan bohong.
Kondisi status quo dalam hubungan internasional terus dipelihara melalui dana bantuan. Negara-negara kaya terus menebar racun finansial untuk mendiktekan makna pemerintahan yang baik versi mereka dan menekankan pasar terbuka di negara-negara berkembang demi kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional. Negara-negara berkembang jelas tidak bisa menggantungkan dirinya kepada pasar Eropa, bahkan dalam sektor-sektor semacam pertanian dan tekstil, di mana mereka memiliki keunggulan namun terus dihalang-halangi oleh berbagai subsidi dan aturan perdagangan.

4. Utang sebagai masalah keuangan, ekonomi, sosial, dan politik
Utang eksternal negara-negara berkembang, tidak hanya menyangkut masalah keuangan. utang juga digunakan untuk membiayai pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan transnasional, yang menyebabkan terjadinya serangkaian degradasi lingkungan dan dampak eksternalitas negatif yang sangat tinggi baik di level nasional maupun internasional.

Utang tersebut juga menyumbang pada meningkatnya kemiskinan dalam skala besar populasi di negara-negara Selatan, khsususnya di Afrika. Kita masih ingat, menurut Bank Dunia, ada lebih dari empat milyar penduduk di dunia, lebih dari 850 juta orang tetap menderita kekurangan pangan hari ini, dan lima juta anak-anak mati akibat kelaparan setiap tahunnya. Maka, tak salah jika kita mengatakan, “kekayaan yang berhasil diakumulasi oleh negara-negara Utara, adalah hasil dari eksplotasi buruh dan penghancuran alam di negara-negara Selatan.”

5. Lelucon Global warming yang dikeluarkan Negara maju.
Kemajuan negara-negara barat khususnya dalam bidang industry, tidak bisa dilepaskan dari apa yang dinamakan perusakan lingkungan. Penebangan hutan sebagai salah satu contoh yang sekarang banyak dituduhkan kepada Negara dunia ketiga, sebenaranya telah jauh beberapa puluh tahun yang lalu juga dilakukan oleh mereka. kalau memperhatikan dengan seksama angka-angka yang menunjukkan jumlah emisi gas buang dari seluruh Negara yang ada di dunia ini, sudah tentu Negara-Negara Industri majulah yang paling banyak menyumbang ke dalam atmosfir bumi sehingga lapisan ozon planet ini mulai lobang disana-sini. Belum lagi expansi pertambangan diberbagai belahan bumi oleh perusahaan-perusahaan Negara-negara industry maju yang telah menambah semakin luasnya jumlah hutan yang hilang.

Pada waktu itu belum ada dampak dan respon negative dari belahan dunia manapun, mengingat saat itu masih cukup luas lahan hutan untuk mengimbangi jumlah karbon yang dikeluarkan dari hasil buangan industry tersebut. Akan tetapi dampak negatif baru mereka rasakan sekarang menyusul semakin berkurangya luas hutan di dunia akibat penebangan di Negara dunia ketiga yang mulai bangkit perindustriannya menyusul Negara-Negara barat yang telah maju terlebih dahulu. Sungguh sebuah ironi apabila Negara-Negara industry maju mempermasalahkan negara berkembang sebagai biang dari kerusakan lingkungan yang mengakibatkan apa yang mereka populerkan dengan istilah Global Warming atau Pemanasan Global.

Perkembangan Pembangunan di Negara-Negara Berkembang
Pencapaian kemajuan pembangunan oleh negara negara berkembang dapat dilihat dari berbagai aspek:
1. Aspek lingkungan
Bagi banyak negara berkembang, tekanan perubahan iklim adalah krisis hari ini, bukan ketidakpastian masa depan. Negara-negara miskin adalah negara yang paling rentan terhadap bencana dan perubahan negatif dalam kondisi kesehatan, produksi pangan, sumber daya air, integritas garis pantai, dan keanekaragaman hayati. Namun, riset dan pengeluaran untuk adaptasi iklim telah tertinggal jauh dari usaha mitigasi.

Negara-negara berkembang menyadari bahaya perubahan iklim terhadap wilayah, perekonomian, dan bangsa mereka. Negara-negara ini tertarik pada potensi pasar karbon dan teknologi baru untuk membiayai pengurangan gas rumah kaca. Namun, banyak negara yang khawatir atas negosiasi perubahan iklim karena dua hal: bantuan internasional akan dialihkan dari rencana pembangunan dan pertumbuhan sosial; dan kebijakan perubahan iklim yang didukung oleh negara-negara maju akan menghambat pertumbuhan negara-negara yang bergerak di belakang mereka. Jika kekhawatiran negara-negara berkembang ini tidak diatasi, kesepakatan internasional baru mengenai perubahan iklim tidak akan bisa global atau berhasil.

Para menteri keuangan Negara Negara berkembang membahas pilihan kebijakan, insentif, dan disinsentif ekonomi, serta kesepakatan pembiayaan yang menggabungkan pertumbuhan dan sumber energi dengan strategi rendah karbon, pembangunan teknologi, efisiensi, dan tindakan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Keterlibatan para menteri keuangan akan membantu mengintegrasikan masalah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam prioritas dan anggaran nasional serta dialog internasional mengenai instrumen dan arus pembiayaan.

2. Aspek Teknologi
Teknologi telah membawa kita kepada kehidupan modern dan memberikan banyak kemudahan, dalam kehidupan kita. Tapi nyatanya, keuntungan kemajuan teknologi hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat di negara-negara maju. Maka akibatnya, betapa kita merasakan ketimpangan yang sangat besar antara kemakmuran di negara-negara maju dengan negara miskin dan berkembang.

Ketimpangan yang ada ini memunculkan inisiatif-inisiatif untuk mengatasinya. Salah satunya dengan apa yang kita sering dengar dengan istilah alih teknologi. Yaitu sebuah upaya untuk mentransfer segala informasi, ilmu pengetahuan dan produk teknologi dari negara maju ke negara-negara di dunia ketiga. Harapannya, negara yang menerima, yaitu negara miskin dan berkembang dapat menggunakan hasil penemuan di negara maju untuk kemajuan di negaranya. Tentu hal ini logis dan masuk akal.

faktor-faktor utama yang merintangi alih teknologi informasi ke Dunia Ketiga.
a. Dari sisi ekonomi, berlimpahnya tenaga kerja dan sedikit modal menjadi faktor yang cukup menghambat, belum lagi kurangnya kompetisi internal.
b. Dari sisi sumber daya manusia, negara Dunia Ketiga menghadapi kondisi minimnya tenaga ahli dan terampil dan kurangnya pendidikan yang berkesinambungan.
c. Dari segi politik, pemerinatahan yang tidak stabil, keinginan akan sekurirti dan kerahasiaan yang ketat, dan sntralisasi pembuat keputusan.
d. Dari segi infrastruktur, belum tersedianya fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai unuk diterapkannya suatu teknologi.
e. Belum lagi hambatan-hambatan psikologi, kultur, demografi dan sosial.

Namun, seandainya faktor-faktor penghambat seperti di atas pun tidak ada, ternyata informasi yang tersedia di negara-negara industri maju sama sekali tidak relevan dengan kebutuhan di Dunia Ketiga. Pengembangan terus-menerus informasi serta teknologi-teknologi baru terpuast pada negara-negara industri kaya. Amerika berkontribusi sebesar sepertiga anggaran dunia untuk riset dan pengembangan, Eropa Barat dan Jepang untuk sepertiga lainnya, sementara untuk Eropa Timur dan Rusia di bawah sepertiga sisanya.

Selain itu terdapat juga faktor eksternal yang menyulitkan terjadinya proses alih teknologi atau informasi. Tentu kita mafhum bahwa negara-negara maju tidak akan begitu saja membuka pintu selebar-lebarnya bagi arus informasi atau teknologi ke negara-negara berkembang. Negara-negara maju pasti menginginkan ketergantungan negara berkembang akan produk-produk mereka.

Maka kini harus diubah paradigma alih teknologi atau alih informasi menjadi komunikasi informasi di antara negara berkembang. Suatu proses komunikasi informasi lebih rumit dari sekedar transfer teknologi atau informasi. Komunikasi hanya bisa terjadi dari seorang anggota di antara kita dengan anggota lainnya. Ini berarti bahwa komunikasi hanya bisa berlangsung antara individu-individu yang berbagi satu pandangan-dunia yang sama. Harapan dan aspirasi, etika dan nilai, serta maksud dan tujuan yang sama. Lebih jauh, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tak boleh diizinkan menentukan kebutuhan-kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan akan informasi dan komunikasi harus dicirikan dan dinilai kembali dari nilai-nilai khas kemandirian, keadilan sosial dan otentisitas kultural. Melalui komunikasi informasi ini, diharapkan tidak ada lagi atau minim riset dan pengembangan yang tidak relevan dengan kebutuhan-kebutuhan negara berkembang.

3. Aspek pembangunan sosial
Sebuah studi komprehensif yang dilakukan Bank Dunia memperkirakan bahwa 1,2 milyar penduduk dunia hidup dalam kemiskinan. Setengah dari jumlah itu, hidup dalam kemiskinan absolut: tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang paling dasar sekalipun. UNDP memperkirakan bahwa 2/3 penduduk miskin di dunia berada di 9 negara Afrika-Asia dan 1 Amerika Latin: Ethiopia, Nigeria, Bangladesh, India, Indonesia, Pakistan, Pilipina, Cina, Viet Nam, dan Brazil. Sebagian besar penduduk miskin adalah wanita dan anak-anak di pedesaan. Kondisi kemiskinan sangat akut terutama pada keluarga yang dikepalai wanita yang suaminya pergi ke kota mencari pekerjaan.

Seperti dilansir UNDP (1994), dunia kini bukan saja sedang mengalami globalisasi ekonomi, melainkan juga globalisasi kemiskinan. “Kemiskinan kini tidak lagi mengenal batas negara. Kemiskinan telah menjadi fenomena global. Ia berjalan menyebrangi perbatasan, tanpa paspor, dalam bentuk perdagangan obat-obat terlarang, penyakit, polusi, migrasi, terorisme, dan ketidakstabilan politik.”
Dua masalah serius yang menyebabkan rendahnya pembangunan sosial di negara-negara berkembang dan terbelakang adalah tekanan penduduk dan kemiskinan. Jumlah dan pertumbuhan penduduk di Negara Berkembang Terbelakang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh rendahnya penggunaan alat KB dan tingginya migrasi internal. Yang penting dicatat, migrasi penduduk di negara-negara ini tidak hanya dipengaruhi oleh motive ekonomi, melainkan juga oleh perang, konflik sipil dan ketidakstabilan politik.

Potret pembangunan sosial di dunia memperlihatkan bahwa negara-negara di dunia telah sampai pada titik persimpangan yang kritis. Beberapa negara terlihat mengalami kemajuan yang berarti, namun sebagian besar lagi masih menyimpan potensi untuk bergerak maju atau bahkan terjerembab ke belakang. Sistem ekonomi dan politik yang terbuka yang dipadukan dengan komitmen pemerintah menyelenggarakan program sosial, merupakan kunci keberhasilan negara-negara maju dalam meningkatkan kesejahteraan sosial penduduknya. Sistem ekonomi suatu negara, tidak menghalangi pemerintah untuk memberikan pelayanan sosial terbaik bagi penduduknya. Di negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar bebas, negara bertanggungjawab memberikan pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, jaminan sosial) kepada penduduknya secara luas dan merata serta dijamin oleh kebijakan publik yang mengikat.

4. Aspek pembangunan politik
Secara nyata telah terjadi perbedaan Pembangunan Politik secara umum dari berbagai negara didunia, hal ini tidak terlepas dari perbedaan penyingkapan negara yang bersangkutan terhadap beberapa hal terkait aspek internal dan aspek eksternal.
Aspek internal yang mempengaruhi perbedaan pembangunan politik suatu negara dengan negara lain adalah Moralitas dan Mentalitas Penguasa pemerintahan, tingkat ekonomi dan kemakmuran, latar belakang kolonial, sejarah berdirinya negara dan Sistem Pemerintahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa Moralitas dan mentalitas Penguasa Pemerintahan dalam hal ini tingkat Korupsi membedakan kemajuan pembangunan politik suatu negara. Faktor Ekonomi dan kesejahteraan mempengaruhi pembangunan politik suatu negara, secara umum bisa dilihat negara-negara barat yang rata-rata lebih sejahtera memiliki pembangunan politik yang lebih maju dibandingkan dengan negara-negara berkembang.

Latar belakang kolonial mempengaruhi pembangunan politik sebuah negara, Indonesia yang dijajah Belanda serta Singapura dan Malaysia yang dijajajh Inggris memiliki perkembangan yang berbeda, gaya penjajahan Inggris dan Belanda memang berbeda, Indonesia ketika di jajah Inggris yang cuma sebentar merasakan kemajuan yaitu dengan adanya Kebun Raya dan pembanguan infrastruktur.

Aspek Eksternal tak bisa dipungkiri Negara-negara Barat mempunyai kepentingan terhadap negara-negara dunia ketiga, Lewat isu HAM dan demokrasi, Barat memperlakukan Dunia Ketiga tak lebih dari sekadar anak didik yang bisa terus ditekan hingga melampaui batas titik normal. Indonesia dan negara Dunia Ketiga lainnya kian terpuruk.

5. Aspek pertanian
Aliansi 21 negara berkembang (Group of 21) yang dimotori Brasil, India, Cina, dan Afrika Selatan, menghendaki dicapainya kesepakatan menuju penghapusan semua subsidi yang diterima para petani negara-negara maju dan hambatan-hambatan dalam perdagangan produk pertanian yang diterapkan negara-negara maju. Selain itu, aliansi negara berkembang yang mewakili 50 persen lebih penduduk dunia itu juga menuntut agar negara-negara berkembang diizinkan mempertahankan kebijakan- yang dimaksudkan untuk melindungi para petani mereka.

Kelompok negara berkembang berpendapat, subsidi dalam jumlah besar yang diberikan negara-negara maju kepada para petaninya telah mendistorsi perdagangan produk pertanian global dan mematikan para petani miskin di negara-negara berkembang.
Dari sisi substansi, penolakan negara maju atas usulan penurunan subsidi domestik, penurunan tarif, subsidi dan kredit ekspor tidak dapat ditoleransi negara berkembang. Permintaan kelompok negara yang dipelopori Indonesia akan adanya perlakuan khusus dan istimewa untuk produk-produk pertanian tertentu juga ditolak mentah- mentah oleh negara-negara maju.

Seperti diketahui, Indonesia memelopori kelompok special product (grup SP). Kelompok yang saat ini sudah beranggotakan lebih dari 30 negara ini menuntut adanya perlakuan spesial dan berbeda untuk produk-produk pertanian tertentu dalam perdagangan dunia. Beberapa komoditas pertanian yang dimintakan perlakuan khusus antara lain beras, jagung, kedelai, dan gula. Untuk sementara, keempat komoditas itu dinilai sebagai komoditas yang paling krusial bagi kehidupan petani dan penduduk negara-negara dari grup SP..

Selain faktor subsidi, negara-negara tersebut juga memberikan proteksi yang teramat besar dengan menerapkan bea masuk untuk produk sejenis dari negara lain sampai 300 persen lebih. Sebaliknya, bea masuk yang diterapkan negara-negara berkembang jauh lebih rendah, tidak lebih dari 50 persen.

Para pejabat AS dan UE menuduh aliansi negara-negara berkembang yang baru terbentuk itu telah memblokade dicapainya kemajuan dalam pertemuan itu. Sebaliknya, negara- negara berkembang menuduh negara-negara maju tidak memiliki niat baik untuk memperbaiki akses pasar bagi produk-produk negara berkembang.

6. Aspek Keamanan
Kehadiran MTCR (Rezim khusus yang mengatur teknologi roket adalah Missile Technology Control Regime) telah memperlebar perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Bagi negara-negara maju sebagai negara penyuplai teknologi roket, mereka berhak dan berkepentingan untuk tidak menjual teknologi rudal kepada negara-negara berkembang guna melindungi kepentingan keamanan dan ekonominya. Sementara bagi negara-negara berkembang, mereka berhak dan berkepentingan untuk mengembangkan rudal untuk kepentingan keamanan dan ekonomi.

Bagi negara-negara maju, eksistensi MTCR bukan semata bermotif pertimbangan keamanan tetapi juga bermotif pertimbangan bisnis, di mana mereka dapat leluasa menawarkan jasa peluncuran ruang angkasa dan satelit kepada negara-negara berkembang. Hal ini akan menimbulkan ketergantungan berkelanjutan karena negara-negara berkembang hanya bisa menjalankan program ruang angkasanya dengan "bantuan" dari negara-negara maju. Dikatakan bergantung karena negara-negara berkembang tidak dapat mengembangkan dan meluncurkan roket sendiri karena penguasaan teknologinya dimonopoli oleh negara-negara maju semata.

Mengingat pentingnya penguasaan teknologi roket, baik untuk kepentingan sipil maupun pertahanan negara, pemerintah Negara-negara berkembang harus menerbitkan kebijakan yang memberikan prioritas tinggi pada pengembangan teknologi roket. Karena penguasaan ini bukan semata bagi kepentingan pertahanan negara, tetapi juga dapat menunjang kemajuan ekonomi.

Upaya Negara Berkembang dalam Mencapai Kemajuan Pembangunan
1. Pembentukan MDG
Millennium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah delapan tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai bangsa pada tahun 2015 untuk menjawab tantangan-tantangan utama pembangunan di seluruh dunia. MDG merupakan komitmen bersama negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam menangani permasalahan utama pembangunan termasuk didalamnya kemiskinan dan hak asasi manusia di dalam satu paket.

Fokus utama dalam MDG adalah pembangunan manusia, dengan meletakkan dasar pada konsensus dan kemitraan global untuk pembangunan. Diharapkan, negara-negara yang lebih kaya dapat mendukung negara-negara miskin dan berkembang dalam melaksanakan tugas pembangunan mereka

Dengan menetapkan berbagai target serta indikator, diharapkan setiap negara yang berkomitmen untuk mencapai MDG dapat lebih mudah memberikan gambaran pencapaian pembangunan manusia di negaranya. Meskipun merupakan kesepakatan global, MDG tetap diarahkan untuk mengakomodasi nilai-nilai lokal sesuai dengan karakteristik masing-masing negara, agar setiap negara lebih mudah melaksanakan usaha-usaha pembangunan dalam mencapai MDG.

2. Peningkatan pengetahuan tentang kondisi disequilibrium.
teori disequilibrium (teori keadaan dunia memang seimbang dengan ketidakseimbangannya) menganjurkan kepada semua negara maju untuk sesegera mungkin mengubah pola kebijakan luar negeri mereka menjadi pola yang berpihak kepada perkembangan bersama. Saat ini ada dua pilihan bagi negara berkembang jika ingin maju dan berkembang, berdasarkan tori disequilibrium. Pertama, negara berkembang dapat mempelajari bagaimana perpindahan titik ini bisa terjadi tanpa menghiraukan dampaknya sehingga kemajuan dan perkembangan dapat dirasakan masyarakat negara-negara berkembang. Dengan pilihan ini negara-negara berkembang akan benar-benar menjadi negara maju lainnya, dalam arti seperti negara maju saat ini yang tidak menghiraukan arti kemajuan dia sebagai sebab kemunduran di negara lain. Kedua, negara berkembang mengusahakan perpindahan titik disequilibrium namun menyadari penuh akibat yang akan ditimbulkan, sehingga dalam pola kebijakan politik luar negerinya negara berkembang menempatkan diri sebagai negara maju yang berpihak pada kepentingan seluruh umat manusia.

3. Solusi untuk masalah utang
a. Membatalkan pembayaran utang
Satu-satunya metode yang tersedia untuk membuka jalan bagi pembangunan adalah dengan membatalkan pembayaran utang. Alasannya, negara-negara berkembang telah membayar lunas utang eksternal mereka kepada kreditor di Utara secara keseluruhan.
Namun demikian, negara-negara pusat dari sistem kapitalis dunia serta lembaga—lembaga keuangan dan pembiayaan internasional yang dikontrolnya – di atas semuanya adalah IMF, Bank Dunia, dan Paris Club – tidak memiliki kepentingan untuk menyelesaikan masalah utang eksternal. Sebabnya, karena itu merupakan mekanisme terbaik untuk tetap menempatkan negara-negara Selatan dalam posisi ketergantungan yang buruk.
Mobilisasi untuk membatalkan atau menghapus utang eksternal, juga membutuhkan insiatif di dalam negara-negara pengutang dan pemerintahnya. Walaupun hanya tampak kemajuan kecil saat ini, bahkan oleh negara yang dikategorikan progresif, sejauh ini, keputusan paling berani berkaitan dengan diputuskannya pembayaran kembali dalam rangka negosiasi ulang utang eksternal, adalah yang dilakukan Argentina pada 2002.
b. Pertukaran utang dengan aset-aset (debt equity swaps)
Inisiatif ini sering digunakan untuk mendukung program-program privatisasi dan perubahan struktur kepemilikan kapital di tingkat nasional, guna kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional asing. Proposal pembelian ulang (buyback) utang antara negara-negara berkembang dalam kerangka kerjasama alternatif Selatan-Selatan, juga sangat terbatas. Hal ini tidak lain karena proposal ini melulu menyangkut transfer beban utang dari satu negara ke Negara lain.
Dengan kata lain, Negara berkembang mestinya melakukan reorganisasi secara mendasar hubungan ekonomi, perdagangan, dan keuangan antara negara-negara pusat (the North) dan negara-negara pinggiran (the South) dalam sistem kapitalis dunia.

















KESIMPULAN
Kesenjangan antara Negara maju dan Negara berkembang adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi. Hambatan yang dialami Negara berkembang selama ini dalam memajukan pembangunannya, antara lain: Kolonialisasi Negara maju, Kurang optimalnya kapabilitas politik negara berkembang, Bantuan dari Negara maju yang merugikan Negara berkembang, Utang sebagai masalah keuangan, ekonomi, sosial, dan politik, dan Lelucon Global warming yang dikeluarkan Negara maju. Semua point tersebut menahan kemajuan Negara-negara berkembang. Namun ada upaya yang bisa saja dilakukan oleh Negara berkembang untuk keluar dari keterpurukannya ini, antara lain: diharapkan setiap negara yang berkomitmen untuk mencapai MDG dapat lebih mudah memberikan gambaran pencapaian pembangunan manusia di negaranya, Peningkatan pengetahuan tentang kondisi disequilibrium. Serta solusi untuk masalah utang. Negara berkembang mestinya melakukan reorganisasi secara mendasar hubungan ekonomi, perdagangan, dan keuangan antara negara-negara pusat (the North) dan negara-negara pinggiran (the South) dalam sistem kapitalis dunia










DAFTAR PUSTAKA
Uni Sosial Demokrat - http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php
Irib - http://www2.irib.ir/
Tempo Interaktif - http://www.tempointeraktif.com/internasional/
Portal PPSDMS - http://ppsdms.org/regional
YIPD - http://www.yipd.or.id/
ICF Madison - http://www.fica.org/icf-madison/
LESPERSSI - http://www.lesperssi.or.id/report.html
Tirta Amartya - http://tirtaamartya.wordpress.com/
Kompas Online - http://www.kompas.com/kompas-cetak/

BacA jUgA iNi



Category:

1 comments:

Rey's said...
This comment has been removed by the author.

Post a Comment