KONFLIK KOLOMBIA DENGAN NEGARA TETANGGA


Awal Maret nyaris menjadi bulan paling kelabu di Amerika Latin. Kolombia, Venezuela, dan Ekuador yang selalu menyebut diri negara-negara bersaudara berada di ambang perseteruan berdarah. FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia atau Angkatan Bersenjata Revolusi Kolombia) yang salah satu pemimpinnya, Raúl Reyes, dibunuh awal Maret lalu merupakan kelompok gerilya paling tua dan berpengaruh di Amerika Latin. Dengan anggota sekitar 16.000 gerilyawan, FARC (berdiri tahun 1964) yang berhaluan marxis-lenin melancarkan kegiatan di sekitar perbatasan Venezuela, Ekuador, dan Peru.

Dengan dana sekitar satu miliar dollar AS, yang berasal dari uang tebusan tawanan, peredaran narkotika, dan pencurian ternak, mereka mengadakan berbagai aksi yang meresahkan. Tidak sedikit pemimpin politik, militer, dan orang asing ditawan. Aksi kekerasan, seperti pembunuhan langsung, peledakan bom, pemerkosaan, dan aneka penyimpangan terhadap HAM terus terjadi. Tak pelak gerakan Colombia Soy Yo (Kolombia adalah saya) yang melibatkan jutaan orang lahir dari kebosanan menatap konflik dan kerinduan untuk menggenggam perdamaian.

Peru, Kanada, AS, dan Uni Eropa memilih jalur militeristik demi menggempur kekuatan gerilyawan. Aneka bantuan AS dan Spanyol (saat pemerintahan Jose Aznar) dialokasikan untuk memperkuat strategi pertahanan dan penyerangan darat guna mengepung kantong-kantong FARC. Sedangkan Ekuador, Bolivia, dan Brasil memilih jalan netral untuk tidak mengatakan tidak sependapat dengan pola militer. Sementara itu, Hogo Chavez dari Venezuela memilih jalan lebih frontal membela FARC, hingga disinyalir memiliki ”kedekatan khusus”. Karena itu pula, Chavez pernah ditugaskan sebagai penengah demi membebaskan 45 tawanan politik. Namun, kecurigaan muncul dan berakhir dengan penarikan kembali mandat oleh pemerintah Kolombia.

Dengan kekuatan retorikanya, Chavez memilih jalan kemanusiaan. Baginya, penukaran tawanan hingga bantuan kemanusiaan lainnya merupakan jalan yang lebih bijak.
Namun, jalan kemanusiaan yang amat lamban disertai maraknya aksi kekerasan, sambil tidak melupakan kecurigaan di baliknya, mengakibatkan Kolombia melancarkan serangan 1 Maret lalu. Sabtu,1 Maret 2008, pasukan Kolombia memasuki wilayah Ekuador yang melakukan serangan bom dan menewaskan salah seorang pemimpin FARC, Raul Reyes.

Ekuador mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dan Venezuela mengirim pulang semua diplomat Kolombia sehari berselang setelah menarik semua staff dan personil dari kedutaan besarnya di Bogota. Di samping itu Kepala kepolisian Kolombia mengatakan telah menemukan dokumen dalam operasi sapu bersih kelompok separatis FARC di Ekuador adanya bukti bahwa Chaves telah memberikan bantuan dana sebesar 300 juta dolar AS kepada kelompok separatis tersebut.

Venezuela menyangkal tuduhan tersebut dan mengatakan pihaknya juga memiliki bukti-bukti bahwa kepala kepolisian Kolombia itu adalah seorang penyelundup psikotropika. Kolombia juga mengaitkan tokoh pemimpin FARC Raul Reyes dengan seorang pejabat tinggi yang sangat dekat dengan Presiden Ekuador Raffael Correa. Pemerintah Ekuador secara langsung menyangkal pernyataan tersebut dan mengatakan tuduhan tersebut hanya menambah buruk situasi setelah kolombia melakukan pelanggaran dengan memasuki wilayah Ekuador. Sejumlah negara lainnya juga mengeritik Kolombia yang mengirim pasukannya memasuki wilayah Ekuador.

Namun pada hari sabtu, 7 maret 2008, Presiden Ekuador, Kolombia dan Venezuela mengakhiri masalah krisis pelanggaran wilayah tsb dengan berjabatan tangan di pertemuan puncak setelah sepekan diplomasi yang penuh rhetorika dan penempatan masing-masing pasukan diwilayah perbatasan. Presiden Venezuela Hugo Chavez juga menempatkan pasukannya di wilayah perbatasan dengan Kolombia untuk berjaga-jaga agar kejadian yang menimpa Ekuador, yang wilayahnya dimasuki oleh pasukan Uribe tidak terulang di wilayahnya, juga ikut menjabat tangan dengan Uribe dan setelah itu bertepuk tangan dengan keras dengan senyuman menghias wajahnya.

BacA jUgA iNi



Category:

0 comments:

Post a Comment